‘The Muslim Show’, Gelak Tawa Islam di Perancis

Gambar: www.muslim-show.com
Seorang pria berjubah, lengkap dengan penutup kepala, berdiri di atas podium. Dikelilingi ratusan orang di sekitarnya, lelaki itu melontarkan seruan-seruannya. “Kita, umat Islam di Perancis harus bersatu melawan Islamofobia!” teriak dia sambil mengacungkan tangan ke angkasa.
Di suatu ruangan, melihat rekaman video aksi lelaki berjubah itu, seorang komandan biro keamanan bersungut-sungut penuh amarah. Atas perintahnya, sejumlah pasukan dikirm untuk menangkap pria berjubah itu. Si pria tersangka penghasutan itu kemudian digelandang untuk diperiksa. Dengan lantang, si Komandan berseru kepada para wartawan. “Saya putuskan untuk mendeportasi imam ini dari Perancis dan mengirim dia ke negara asalnya!” ujar dia berang.
Di tempat pemeriksaan imigrasi, sang Komandan mendadak terbengong keheranan. Petugas imigrsi melaporkan, setelah diperiksa, pria itu benar-benar asli orang Perancis dan bukan imigran seperti yang disangka. Jadi, tentu saja dia tak bisa dideportasi. Dengan tangan terborgol, sang Imam pun tersenyum simpul. Tampak dia tak lagi mengenakan penutup kepala, memerlihatkan wajah seorang pemuda berambut dan berjenggot pirang.
Kisah di atas adalah satu dari sekumpulan cerita bergambar The Muslim Show (TMS), karya komikus Muslim Perancis Noredine Allam beserta kedua rekannya, Greg Blondin dan Karim Allam. Dalam beberapa satu-dua tahun terakhir, serial TMS menjadi fenomena Facebook di berbagai negara. Di negeri Eiffel, tempat lahir si komik, fan page-nya mendapat tanda jempol lebih dari 300 ribu penggemar, mendudukannya pada peringkat ketiga fan page yang paling disukai di sana.  
Fan page edisi Bahasa Inggris lebih banyak lagi mendapat ‘like’. Tercatat, lebih dari 500 ribu orang memberi tanda jempol. Diluncurkan untuk penggemarnya di Indonesia akhir tahun lalu, halaman penggemar TMS berbahasa Indonesia terhitung sudah mendapatkan 22 ribu jempol. Selain Bahasa Perancis, Inggris, dan Indonesia, TMS juga hadir di Facebook dalam lebih dari dua20 bahasa lainnya.
TMS adalah berbagai kisah kehidupan sehari-hari kaum Muslim Perancis yang dituangkan dalam potongan-potongan cerita bergambar. Dengan jenaka dan terkadang satir, komik tersebut menyuguhkan refleksi kehidupan orang-orang Islam, yang di wakili oleh para Muslim Perancis. Tema yang diangkat beragam, mulai dari yang sederhana, seperti soal tren jilbab, hingga yang berbau politik, seperti tabiat anti-Islam pemerintah Perancis.
Beranjak dari kesuksesannya di dunia maya, TMS pun telah diluncurkan dalam bentuk cetak di sejumlah negara dalam berbagai bahasa. Di Perancis, dua judul TMS berhasil terjual lebih dari 20 ribu ekspemplar. Di Indonesia, dua kumpulan seri TMS berjudul “Ramadhan ala Muslim Show (judul asli: “Muslim Show Ramadhan”) dan “Hidup bertetangga ala Muslim Show” (judul asli: Muslim Show Voisin Voisin) diluncurkan penerbit Dar! Mizan. Terhitung sejak 6 hingga 16 Maret, ketiga kreator TMS diboyong Mizan untuk berkeliling sejumlah kota menghadiri peluncuran buku komik TMS edisi Bahasa Indonesia.
“Mulanya, kami hanya memaksudkan itu (TMS) untuk warga Muslim Perancis, tak disangka sambutan masyarakat Muslim di negara-negara lain sangat baik,” ujar sang komikus, Noredine Allam ketika saya wawancara di Jakarta, Maret, 2014.
Selain sebagai karya seni, Noredine mengakui, karya yang dia dan kedua rekannya buat juga termotivasi oleh niat dakwah. Noerdine ingin mengingatkan umat Islam pada agama mereka. Selain bertujuan menebar syiar di kalangan komunitas umat Islam, menurut dia, TMS juga dimaksudkan untuk menjembatani komunikasi antara umat Islam dengan kalangann non-Muslim.
“Saya ingin menggambarkan pada dunia, bahwa Islam itu tidak sekaku seperti yang mereka pikirkan. Saya ingin menebarkan Islam yang universal,” kata Noredine.
Noredine menceritakan, komunitas Islam di Perancis menghadapi tantangan berupa sikap Islamofobia pemerintah. “Masyarakat di sana cukup terbuka, justru pemerintahnya yang sering kali diskriminatif,” ujar pria tinggi berkepala plontos itu.
Dalam TMS, berbaagai karakter anonim dihadirkan tanpa nama. Menurut Noredine, hal tersebut sengaja, untuk membuatnya lebih universal. Namun demikian, Noredine mengakui, inspirasinya banyak didapat dari kehidupan komunitas Muslim keturunan Aljazair dan Maroko.
Mengapresiasi TMS, para pembaca akan menemukan banyolan-banyolan cerdas yang dihadirkan dalam gamabar-gambar warna-warni yang menarik. Khusus pembaca Indonesia, beberapa judul seri TMS bisa saja kehilangan sedikit daya humornya karena perbedaan budaya kedua bangsa.

Foto: PTS Malaysia
Para Komikus
Noredine Allam dan Karim Allam adalah kakak beradik dari tiga bersaudara. Mereka lahir dari ayah Aljazair yang Muslim dan ibu asli Perancis yang seorang mualaf. Sang ayah berprofesi sebagai tukang las, sementara ibu mereka mengurus keluarga di rumah. Sementara Greg Bondin, rekan mereka adalah orang asli Perancis dan seorang non-muslim.
Allam bersaudara tumbuh di Amiens, kota kumuh di Utara Perancis yang menjadi pusat para imigran di Perancis. Di Perancis, kota tersebut terkenal sering dilanada kerusuhan sosial.  Noredine, yang merupakan motor dalam tim TMS mengaku berlajar menggambar secara otodidak. Pada usia 17 tahun, pria kelahiran 1977 itu memilih meninggalkan sekolah dan menjalani hobinya sebagai pembuat grafiti, sebelum akhirnya memiliki studio gambar sendiri.
Studio 2HB yang didirikannya merupakan salah satu yang terkemuka di Perancis. Grafiti-grafiti karya Noredine banyak menghiasi sudut-sudut kota Perancis. Studio tersebut juga menggarap proyek pewarnaan ulang komik terkenal “Asterix”.

Pada tahun 2010, Norѐdine menciptakan BDouin, studio komik Muslim pertama di Eropa. Dalam menggarap karya bersama mereka, Noredine berperan memberikan ide dan membuat sketsa. Sementara Greg dan Karim berperan menebalkan gambar dan memberi perwarnaan. 
Cat.: tulisan ini pernah dipublikasikan di Harian Republika, Maret, 2014.

POSTED BY
POSTED IN ,
DISCUSSION 0 Comments

Leave a Reply