Sholat Dulu Sebelum Joget Reggae

Foto: Andi Nurroni
Kocokan gitar tersendat bersautan dengan dentum bas yang melodik. Ketukan lambat perkusi, irama keyboard yang timbul-tenggelam, mengiringi alunan suara si penyanyi yang serak menggema. Lampu berkilatan warna-warni. Seribuan muda-mudi bergoyang tampak begitu khusuk. Sebagian sambil menundukan pandang.
Gedung Tenis Indoor Senayan, Jakarta, sore pada awal Desember 2014, disapu warna merah-kuning-hijau, triwarna kebesaran keluarga raggae. Orang-orang mengenakan baju, topi atau selendang reggae. Bendera bergambar tokoh dan simbol-simbol reggae pun terpasang di banyak sisi ruangan. Terkadang, panji-panji serupa bendera Etiopia itu dikibarkan selagi mereka berjoget. 

Sore itu adalah pestanya para pencinta reggae. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) khusus mengundang para pemusik regge dalam acara mereka, Rapat Akbar Gerakan Lingkungan Hidup 2014. Hadir dalam acara tersebut, musisi reggae Tony Q Rastafara serta sejumlah grup musik reggae. Berdiri di antara para penonton, saya berkenalan dengan salah seorang penggemar Tony Q.

Remaja itu mengenalkan dirinya bernama Amin, berusia 18 tahun. Bersama kawannya, Kholik (17 tahun), Amin datang dari Balaraja, Tanggerang, Banten. Amin dan kawan-kawannya mengaku berasal dari komunitas Manteman, sebutan kelompok penggemar Tony Q. Menurut bocah itu, ia dan komunitasnya memang sudah biasa memburu pentas Tony Q di mana saja, terutama jika digelar di Jabodetabek. 

Sama seperti yang lain, remaja lulusan SMK itu datang dengan dress code kaos merah-kuning-hijau. Baju itu tampak kebesaran di badannya yang kerempeng. Amin bercerita, waktu SMP, dia adalah seorang Slankers—sebutan untuk penggemar grup musik Slank. Menginjak masa SMK, dia mulai tertarik pada reggae. “Reggae, tuh, musiknya, damai. Orang-orangnya, nggak suka rusuh,” ujar pemuda bertopi itu. 

Amin kemudian mengajak saya berkenalan dengan temannya, Wibisono alias Kecot (17 tahun). Kemudian saya ketahui, dua  anak muda itu sebenarnya baru di tempat itu saling mengenal. Wibisono, yang lebih suka dipanggil Kecot, berasal dari komunitas Manteman Java. Dia dan 30-an kawannya  biasa nongkrong di kawasan Kota Tua. Kali itu, dia mengaku datang bersama 16 orang kawan sekomunitasnya. 

Amin dan Kecot berkenalan setibanya mereka di tempat pertunjukan. Sudah menjadi budaya dalam pergaulan mereka, sesama penggemar reggae, terutama antarkomunitas Manteman, untuk berkenalan dan bertukar nomor telepon kalau bertemu. Selanjutnya, para reggaeman belia itu akan saling berkirim kabar jika ada informasi jadwal konser atau agenda reggae, terutama acara Tony Q. 

Kecot, pemuda berperawkan kecil itu, mengaku berasal dari Indramayu, Jawa Barat. Sehari-hari dia bekerja sebagai buruh pengemas tas di kawasan Atrium, Pasar Senen. Demi memburu konser kali itu, Kecot meminta izin khusus untuk bekerja setengah hari. Dia merasa beruntung mendapat restu dari bosnya. 

Remaja yang suka guyon itu bercerita, ada salah seorang temannya yang nekad keluar pekerjaan demi konser tersebut. Hal itu gara-gara temannya yang bekerja di studio foto itu tidak diberi izin oleh sang majikan. 

Langit di luar semakin gelap. Maghrib segera menjelang. Melalui pelantang suara, pemandu acara mengumumkan jeda istirahat. Disaampaikan, setelah Maghrib, Tony Q siap menyapa para penggemarnya yang sudah tidak tahan untuk berjoget bersama.   

Amin dan Kecot begitu cepat akrab, sampai sudah saling sindir dan bersenda gurau. Amin yang terlihat lebih religius tak segan mengajak Kecot sholat Maghrib. Kecot lantas setuju, dan kami pergi menuju masjid di luar gedung. Di sepanajang jalan, Amin dan Kecot masih terus saling ejek dan bercana dengan gaya khas anak-anak pinggiran Ibu Kota. 

Di masjid kompleks Istora Senayan, anak-anak reggae itu sholat berjamaah. Amin menjadi imam, Kecot dan Kholik membuat shaf di belakang. Ada yang mengundang senyum dari penampilan Kecot ketika sholat. Karena dia mengenakan celana tiga per empat, sebelumnya, dia berusaha mencari kain sarung. Karena tidak menemukan sarung, sebagai gantinya, dia melilitkan di pingang selendang kain reggae merah-kuning-hijau miliknya.

Cat.: Tulisan ini pernah terbit di Harian Republika, Maret 2014. 

POSTED BY
POSTED IN ,
DISCUSSION 0 Comments

Leave a Reply