Ridwan Hasan, Merubah Indonesia dengan ‘Seikhlasnya’
Foto: Republika Online |
Menilik penampilan dan pembawaannya yang sederhana, kecil kemungkinan orang menduga lelaki 39 tahun itu adalah seorang jenius matematika. Juga tak akan banyak yang mengira, di dalam kepalanya yang kerap tertutup topi itu tersimpan cita-cita dan gagasan besar perubahan Indonesia.
Nama lengkapnya adalah Ridwan Hasan Saputra.
Orang-orang di sekitar akrab menyapanya Pak Ridwan. Dialah sosok yang
belakangan dikenal karena keberhasilannya mengorbitkan banyak juara olimpiade
matematika di tingkat dunia. Hal yang unik, dalam mencetak anak-anak gemilang
tersebut, Ridwan hanya meminta imbal jasa seikhlasnya.
Suatu sore awal April 2014, saya dan sejumlah
rekan saya dan tim Republika bertamu ke kantornya, di Komplek Taman Pagelaran,
Ciomas, Kabupaten Bogor. Kedatangan kami hendak membuat reportase tentang Ridwan yang terpilih menjadi salah satu Tokoh Perubahan Republika 2013. Di ruang kerjanya yang mungil, bapak dua anak itu
dengan ramah dan antusias bercerita banyak soal aktivitas dan ide-idenya.
Sistem metode seikhlasnya, begitu Ridwan
menamai prinsip kerjanya. Sistem tersebut yang dia gunakan dalam membangun
Klinik Pendidikan MIPA, lembaga edukasi yang dia dirikan. Dengan prinsip
tersebut, anak-anak yang menimba ilmu di tempatnya tidak dikenakan tarif,
kecuali disilakan memasukan berapapun uang ke dalam keropak, istilah
kotak kencleng dalam Bahasa Sunda.
Ridwan bercerita, dia mulai membuka les matematika
di rumahnya sejak 2001. Namun saat itu, dia masih menerapkan biaya adminstrasi
seperti lembaga pendidikan pada umumnya. Gagasan ‘seikhlasnya’ yang terdengar nyeleneh
itu sendiri, menurut Ridwan, bermula pada 2003. Ketika itu dia sakit, lantas
bersedih karena tak ada satu pun muridnya datang menjenguk. Dia lantas berpikir,
hal itu mungkin karena anak-anak didiknya merasa sudah membayar dia, sehingga
tak merasa punya beban untuk berempati.
Selain itu, di saat yang sama, Ridwan juga
mengalami goncangan keyakinan. “Saya musuhan sama Allah. Gara-gara, saya
waktu itu sebagai guru matematika terbaik tingkat nasional, tapi tes matematika
untuk PNS, saya tidak lulus. Itu sepertinya karena saya enggak nyogok,
” ujar ridwan dengan logat Sunda-nya yang kental.
Namun kemudian, dalam keterpurukkan itu Ridwan
merenung dan merasa sikapnya keliru. “Saya berpikir, nikmat yang Allah berikan
itu sangat banyak, saya berkedip, ibadah saya 60 tahun enggak akan bisa
membalasnya. Saya merasa banyak hutang sama Tuhan, dan saya ingin membalas
dengan cara bersukur” ujar Ridwan.
Sejak saat itu, Ridwan menapaki jalan pengabdian
dengan menyebarkan pendidikan matematika tanpa memasang tarif. Mula-mula banyak
orang yang ragu karena selain meminta imbalan seikhlasnya, dia juga sesumbar
akan mengirimkan murid-muridnya keluar negeri mengikuti olimpiade. Alhasil,
hampir semua muridnya pergi, dan hanya tersisa dua orang.
Namun tekadnya yang dibimbing keyakinan teguh
tak sia-sia. Tahun 2007, Kelinik Pendidian MIPA (KMP) yang dia dirikan memberangkatkan
empat orang anak SD hasil didikannya ke India untuk mengikuti ajang Wizard at
Mathematics International Competition (Wizmic). Lebih dari itu, anak-anak
asuhnya berhasil meraih tiga medali emas, satu perah, dan satu perunggu.
Sejak saat itu, orang-orang tak lagi yang
mencibir dan meragukan Ridwan. Orangtua semakin banyak yang menitipkan
anak-anak mereka untuk mendapat pengajaran darinya. Para siswanya kini
tak hanya berasal dari Bogor, tapi juga dari kawasan lain di Jabodetabek,
termasuk dari Jakarta.
Dalam keilmuman matematika, Ridwan
mengembangkan metode Matemarika Nalar Realistik (MNR), yang mengajarkan
matematika kepada siswa dengan pendekatan persoalan-persoalan sehari-hari.
Selain itu, Ridwan juga mengembangkan teknik-teknik pengajaran matematika
dengan mengoptimalkan gerak dan peragaan. Selain dua hal tersebut, Ridwan juga
menawarkan berbagai gagasan lain, yang banyak dia terbitkan sebagai buku.
Hingga tahun ini, tak kurang dari 200 siswanya
berhasil mendapatkan medali dalam berbagai kejuaran matematika, baik nasional
maupun di tingkat dunia. Tercatat, anak-anak didikan KPM telah turut serta di
ajang-ajang internasional, di 18 negara di dunia, termasuk di Amerika Serikat,
China, India, hingga Afrika Selatan.
Kini, ibantu 25 staf dan lebih dari seratus
pengajar, KPM telah memiliki enam cabang, yakni di Bogor, Depok, Bekasi, Solo,
Semarang, dan Surabaya. Total murid tercatat mencapai 4500 siswa, baik kelas
unggulan maupun kelas reguler. Kecuali yang terletak di Jabodetabek,
cabang-cabang lain didirikan secara mandiri oleh guru-guru yang Ridwan latih.
Cabang-cabang tersebut tak diwajibkan membayar apapun kepada Ridwan, bahkan
bila perlu bantuan, dia selalu siap menyokong.
Serangkaian keberhasilan yang dia raih semakin
menguatkan keyakinannya, bahwa hidup memang untuk berbuat baik. Bagi dia,
beribadah adalah cara memperluas ruang rezeki. “Kalau kapasitas kita tidak
ditambah, rezeki sebanyak apapun tidak akan tertampung. Ibadah itu cara
meluaskan kapasitas kita,” kata ridwan sambil memperagakan maksudnya dengan
tangan.
Ridwan secara bertahap memantapkan metode
‘seikhlasnya’ yang dia terapkan. Ridwan menyaratkan anak-anak didiknya untuk
rajin beribadah. Setiap kelas selalu dimulai dengan surat Al-Fatihah, Sholawat
Nabi, dan doa belajar. Semakin tinggi jenjang pendidikan anak, semakin
ditingkatkan kewajiban ritual Islam yang harus dipenuhi, dari mulai sholat
dhuha, puasa Senin-Kamis, sodakoh, dan ajaran sunat lainnya.
Aksi-aksi dan berbagai gagasan Ridwan semakin
mengangkat reputasi Ridwan. Tak hanya di dalam negeri, dia sering diundang ke
berbagai negara, entah untuk menjadi pelatih matematika ataupun menjadi juri
kompetisi. Tak hanya itu, sejumlah penghargaan pun dia terima, termasuk
Satyalancana Wirakarya yang langsung diserahkan Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono.
KPM, lembaga pendidikan yang dia besarkan
hingga kini masih memegang teguh prinsip ‘seikhlasnya’. Ridwan berharap,
prinsip itu akan tetap terjaga sampai akhir hayatnya. Tak sampai di situ,
Ridwan menekadkan, KPM akan menjadi warisan bagi umat. “Nanti, sepeninggalan
saya, ini tidak saya wariskan ke istri atau anak-anak saya, tapi buat umat.
Saya berharap ini bisa menjadi seperti NU atau Muhammadiyah,” ujar dia.
Dalam gagasan Ridwan, prinsip ‘seikhlasnya’
bisa menjadi jalan untuk menciptakan perubahan besar di Indonesia. Selain lewat
matematika, kini Ridwan sudah merintis pendidikan di bidang lain dengan metode
‘seikhlasnya’, seperti Bahasa Inggris dan bela diri Taekwondo. Di tempat
lesnya, dia juga sedang merintis tempat jual-beli yang dia namai ‘toko jarang
untung’. Di sana orang-orang bebas menitipkan barang dan pihaknya tidak
mengambil keuntungan kecuali diberi seikhlasnya.
“Banyangkan, ketika prinsip ‘seikhlasnya’
menyebar luas, akan semakin banyak anak Indonesia yang cerdas, sekaligus
berakhlak mulia,” ujar Ridwan antusias.
Keajaiban Ikhlas Ridwan Hasan
Foto: detik.com |
Banyak cara orang memaknai hidup. Ridwan Hasan, adalah salah satu yang meyakini bahwa hidup adalah untuk menyembah Tuhan. Momen sakit dan suatu kekecewaan telah mengantarkan guru matematika lulusan Insitut Pertanian Bogor (IPB) itu pada titik pencerahan.
Dia yang sempat mengalami
krisis keyakinan dan menganggap Tuhan tidak adil kemudian sadar bahwa karunia
ilahi teramat besar dan tak akan pernah sanggup dia balas.
Dalam pikirannya kemudian, bersyukur adalah
cara terbaik untuk berterima kasih kepada Tuhan. Tahun 2003, dia memulai proyek
yang membuatnya dicibir, yakni membuka pendidikan matematika tanpa memasang
tarif. Dia hanya menyilakan murid-muridnya mengisi keropak atau kotak
kencleng seikhlasnya. Hal itulah yang dia sebut metode ‘seikhlasnya’.
Pria kelahiran 16 April 1975 tersebut tidak
merasa mengajar anak-anak itu adalah sebuah pekerjaan. Dia menganggap diri
sedang bekerja kepada Tuhan, sehingga Tuhan-lah yang akan membayarnya. Itulah
kepercayaannya, yang membuat dia teguh membangun lembaga edukasi Klinik
Pendidikan MIPA (KPM), yang hanya mendapat bayaran seikhlasnya.
Tidak main-main dengan tekadnya, dia merelakan
rumahnya, di Komplek Taman Pagelaran, Ciomas, Kabupaten Bogor, untuk menjadi
tempat belajar-mengajar. Sementara itu, dia sendiri bersama keluarganya
mengontrak rumah berpindah-pindah. Rumah itu pun kemudian dia bongkar dan
diperbesar untuk lebih banyak menampung siswa.
Soal rezeki, Ridwan sendiri tidak mengerti,
ada saja cara Tuhan memberi berkah, termasuk mengabulkan doa-doanya dengan cara
yang ajaib. Ratusan juta hingga milyaran dana datang begitu saja, yang membuat
lembaga binaanya terus berkembang. Bahkan hingga lembaga itu msih bertahan
hingga hari ini, menginjak tahun kesepuluh sejak didirikan.
Terkadang, Ridwan terpaksa berhutang. Seperti
yang terakhir, dia berhutang Rp 2 miyar untuk dua ruko yang dia jadikan tambahan
tempat pendidikannya. Dia belum tahu bagaimana caranya membayar dana pinjaman
itu. “Saya sudah enggak pakai otak memikirkan uang. Kalau pakai otak
saya sudah selesai dari dulu. Saya berdoa sama Tuhan, ‘Tuhan, saya
berbuat untuk menegakan kalimatmu, masa Engkau hinakan aku’”, begitu Ridwan
menirukan doanya.
Kejadian yang paling terasa magis adalah
ketika dia memohon jodoh. Kala itu, ketika usianya menginjak 29 tahun, dia
merasa membutuhkan seorang pendamping. Malam hari dia berdoa, pada pagi hari
seorang perempuan yang tidak dia bayangkan sebelumnya hadir dan menyanggupi
untuk menjadi istrinya.
Ridwan percaya, ibadah dalah cara terbaik
mendatangkan rezeki. “Kita akan lebih percaya menitipkan sesuatu kepada orang
yang tidak menyukainya. Begitupun rezeki, Tuhan akan menitipkannya kepada
mereka yang tidak menyukai harta,” begitu kata dia.
KPM, lembaga yang dia dirikan kini banyak
mengorbitkan juara-juara olimpiade tingkat dunia. Selain itu, lembaga tersebut
juga sudah menyebar keberbagai daerah, dan memiliki ribuan peserta didik.
Dengan membayar seikhlasnya, Ridwan mengikat siswa pada ketentuan agar mereka
memperbanyak ibadah selama mendapatkan pendidikan darinya. Hal tersebut dia
lakukan agar semakin banyak anak cerdas dan sholeh yang akan merubah bangsa
ini.
Ridwan mengakui, terkadang dia kesulitan
meyakinkan orang untuk bergabung dalam proyek ‘seikhlasnya’ yang dia inisiasi.
Namun, ada saja orang yang bersimpati dan memberi dukungan. “Saya harus mencari
orang dengan frekwensi yang sama. Orang-orang beriman yang bisa memahami apa
yang saya kerjakan,” ujar Ridwan.
Selamat Datang
Blog ini memuat sekumpulan karya jurnalistik yang saya buat. Tulisan-tulisan di blog ini [dengan suntingan editor] pernah terbit di Harian Republika.
Pos Populer
Arsip
-
▼
2015
(47)
-
▼
Februari
(12)
- Teater Mandiri, Teater Rakyat yang Mandiri
- Suara-Suara di Seputar 1998
- Ridwan Hasan, Merubah Indonesia dengan ‘Seikhlasnya’
- Membumikan Sastra untuk Orang Biasa
- Menggali Akar Budaya Tanjidor
- Gawang ‘Portable’ Anak-Anak Cikini
- ‘The Muslim Show’, Gelak Tawa Islam di Perancis
- Bendung Katulampa, Beton Belanda yang Istimewa
- Vila Hancur, Kami Pun Menganggur
- Sukardi, Pedagang Kaset Terakhir
- Menyambut Kawin Emas Untung dan Becaknya
- Sholat Dulu Sebelum Joget Reggae
-
▼
Februari
(12)