Bupati Azwar Anas, Menyulap Wilayah Teriosolasi
Azwar Anas dan istri. Foto: simomot.com |
Kabupaten Banyuwangi tak lebih dari terminal persinggahan bagi wisatawan yang hendak berlibur ke Pulau Bali. Di ujung timur Pulau Jawa itu, para pelancong ‘terpaksa’ turun dari kereta atau bis mereka, untuk selanjutnya berganti kapal feri menuju Pulau Dewata. Dikelilingi hutan berbukit dan lautan, Banyuwangi adalah tanah terisolasi yang tidak menarik untuk dikunjungi.
Namun,
kisah di atas telah menjadi sepenggal cerita lama. Sejak 2010, kabupaten
berjuluk Bumi Blambangan itu berkembang menjadi primadona parwisata baru di
Indonesia. Semua terjadi setelah politisi muda Abdullah Azwar Anas terpilih
menjadi Bupati ke-28 Banyuwangi.
Lama
bergelut di dunia politik dan tumbuh di kalangan intelektual Nahdlatul Ulama
(NU), tak butuh waktu lama bagi Anas untuk merancang perubahan di tanah
kelahirannya itu. Sedari awal ia memimpin, salah satu prinsip yang ia genggam
erat adalah, pembangunan Banyuwangi harus berakar pada kondisi alam dan budaya
masyarakat. Dengan kata lain, pantang bagi pria kelahiran 6 Agustus 1973 itu
meniru bulat-bulat atau memfotokopi pembangunan di daerah lain.
Keadaan
geografis Banyuwangi yang terisolasi, dilingkungi hutan berbukit-bukit serta
selat dan samudera, menjadi catatan penting bagi Anas. Hal penting lainnya,
masyarakat Banyuwangi yang mayoritas menganut Islam hidup dalam iklim kegamaan
yang kental.
Dari
sana pria yang kini memahami, bukan Bali yang menjadi kiblat pembangunan wisata
Banyuwangi. Anas juga tidak tertarik menyulap Banywangi menjadi metropolitan
dengan banyak pusat perbelanjaan, misalnya seperti Surabaya atau Kota Bandung.
Alumnus Fakultas Sastra Universitas Indonesia itu lalu merancang Banyuwangi
dengan konsep ekowisata.
“Saya
baca, tren di dunia sekarang ini, orang-orang ingin kembali ke alam, menikmati
pemandangan, menjelajah hutan, pergi ke laut atau naik ke puncak gunung. Kita
punya semua,” ujar sang Bupati, ketika saya dan tim Republika menjumpainya
di Banyuwangi awal April 2015.
Sejak
saat itu Anas mengemas ulang berbagai potensi wisata alam Banyuwangi. Dia
menata kawasan Pantai Boom yang kumuh menjadi kawasan pesisir asri, lengkap
dengan teater terbuka untuk pertunjukan. Penataan juga dilakukan di
pantai-pantai lain dengan karakteristik yang berbeda. Misalnya Pantai Teluk
Hijau yang asyik untuk bersantai, atau Pantai Pulau Merah dan Pantai Plengkung
yang menjadi favorit para peselancar.
Untuk
memudahkan akses, Bandara Blimbingsari yang diresmikan pada 2010 diperluas dari
1400 meter menjadi 1800 meter. Kini, tempat terisolasi itu memiliki rute
penerbangan langsung ke Surabaya dan Jakarta. Infrastruktur jalan juga diterus
diperpanjang dan diperbaiki hingga leluasa menjangkau tempat-tempat wisata
unggulan lainnya, seperti Kawah Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo.
Sejalan
dengan itu, demi menarik perhatian masyarakat luas, Anas menggencarkan promosi.
Tak kurang dari 38 ajang diselenggarakan pemerintah kabupaten setiap tahun.
Macam-macam acara dihelat menggandeng generasi muda untuk menciptakan
transformasi ilmu dan kecakapan. Tanpa perlu
Ajang
yang diselenggarakan tidak melulu yang sarat hiburan, seperti Tour de Ijen,
Jazz Ijen atau Gandrung Sewu. Selain ajang-ajang tersebut, ada juga kegiatan
yang berdimensi edukasi, sosial dan religius, seperti Festival Toilet Bersih,
Festival Anak Yatim, atau Festival Santri.
Berbagai
kegiatan tersebut diselenggarakan, tanpa meninggalkan kultur masyarakat.
Sebagai contoh, meski berjudul kompetisi Surfing Internasional, acara
dibuka dengan pembacaan ayat Alquran massal oleh puluhan santri wati penghafal
Alquran, lalu ditutup dengan kesenian rebana.
Di
tangan Anas, pembangunan Banyuwangi berjalan secara menyeluruh. Sebagai
gambaran, demi menjaga fokus pembangunan Banyuwangi sebagai destinasi
ekowisata, sepanjang periode pemerintahannya, Anas tidak mengizinkan pendirian
tempat-tempat hiburan malam, seperti diskotek atau karoke. Ia pun tidak
membatasi pembangunan hotel, minimal berkelas bintang tiga. Alasan Anas, tempat
hiburan malam dan hotel melati hanya akan menjadikan Banyuwangi tempat wisata
esek-esek seperti di banyak tempat wisata di Indonesia hari ini.
Meskipun
terkesan menggembar-gemborkan pembangunan pariwisata, Anas, tidak melupakan
sektor perekonomian yang lain. Justeru, bagi dia, pariwisata hanya strategi
untuk membuka jalan perekonomian di berbagai sektor. Sebagai contoh, suami Ipuk
Festiandani itu getol mempromosikan sektor agrikukultur. Di masa pemerintahan
Anas-lah, Banyuwangi dikenal sebagai sentra buah lokal, termasuk buah yang kini
menjadi banyak buruan, yakni durian merah.
Gencarnya
pembangunan di sektor pariwisata, disadari Anas, lambat-lambat laun akan
mendatangkan kemajuan bagi Banyuwangi. Di lain sisi, Anas tidak ingin kelak
warga Banyuwangi hanya menjadi penonton di kampungnya sendiri. Demi menyiapkan
para penerus pembangunan Banyuwangi, Anas menempuh berbagai diplomasi agar
Banyuwangi memiliki perguruan tinggi negeri. Hanya butuh empat tahun di bawah
kepemimpinannya, kini di Banyuwangi berdiri dua PTN, yakni Universitas
Airlangga (Unair) cabang Banyuwangi dan Politeknik Negeri Banyuwangi.
Menjalang
akhir periode masa jabatannya, di bawah arahan Anas, Banyuwangi meraih berbagai
pencapaian dan prestasi. Anga kemiskinan berkurang signifikan, dari 20,09
persen pada 2010, menjadii 9,57 persen pada 2014. Jumlah APBD bertambah, dari
1,4 triliun pada 2010, menjadi 2,5 triliun pada 2015. Pada 2013 dan 2014,
selama dua tahun berturut-turut, Banyuwangi juga diganjar penghargaan Adipura.
Selain beberapa pencapaian dan prestasi tersebut, masih banyak kemajuan lain
yang diraih Banyuwangi.
Anas
menjelaskan, kemajuan pesat yang dicapai Banyuwangi tidak terlepas dari upaya
reformasi birokrasi dan optimalisasi pelayanan melalui peran teknologi
informasi. Meskipun satu desa dengan yang lainnya di Banyuwangi dipisahkan
gunung, pelayanan birokrasi menjadi prima berkat pembangunan infrastruktur
teknologi informasi.
Sebagai
contoh, berbagai dokumen yang dibutuhkan warga bisa diurus, cukup di kantor
desa. Berkat teknologi juga, setiap bayi yang lahir tidak perlu repot dan
berlama-lama mengurus akta kelahiran. Cukup mendaftar di tempat persalinan,
dalam beberapa hari akta akan di antar ke rumah.
Meskipun
berstatus kabupaten, Banyuwangi memang tidak ingin kalah dalam bidang teknologi
informasi. Pada 2013, Banyuwangi mendapatkan status sebagai Kota Digital dengan
1100 titik internet nirkabel, yang berkembang hingga mencapa 1900 titik. Selain
memudahkan pelayanan publik, menurut Anas, sambungan internet juga menjadi
sarana bagi muda-mudi Banyuwangi untuk mengembangkan bisnis daring, sehingga
mendorong ekonomi kreatif.
Meskipun
grafik pencapain Banyuwangi terus merangkak naik, Anas tidak lantas menjadi
puas. Bagi dia, penambaan angka-angka harus berbanding lurus dengan tingkat
kepuasan masyarakat. Oleh karena itu, setiap enam bulan sekali, lembaga
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang digandeng Pemkab Banyuwangi melakukan
survey untuk mengetahui tingkat kepuasan publik.
“Tidak
hanya mengukut tingkat kepuasan, survei juga menjadi cara kami mengetaui bagian
mana pelayanan kami yang kurang dan harus diperbaiki. Intinya, pencapaian yang
ingin diraih adalah, masyarakat Banyuwangi bahagia lahir dan batin,” kata Anas.
Azwar Anas. Foto: firabannie.blogspot.com |
Jurus
Jitu Komunikasi
Tidak
ada istilah ‘sulit’ dalam kamus kehidupan seorang Abdullah Azwar Anas.
Begitupun ketika ia dipercaya memangku jabatan sebagai Bupati Banyuwangi. Semua
persoalan yang dihadapi dinikmati sebagai tantangan yang merangsang insting
kreatifnya untuk meretas jalan keluar.
Mewarisi
Banyuwangi yang terisolasi, dengan pusat kota yang kumuh, birokrasi yang lemah,
dan angka kemiskinan tinggi, Anas dipaksa berpikir inovatif. Semangat
pengabdian yang tulus dan pola penyelesaian masaalah dengan cara-cara inovatif
menjadi dua rumus yang mendasari kerja kerasnya merubah Banyuwangi.
Namun,
dua kunci pembangunan Anas tersebut tidak akan menjadi apa-apa tanpa sebuah
jurus andalan, yakni strategi komunikasi yang baik. Mengawali karir
kepemimpinannya sebagai bupati, Anas berpegang pada sebuah rencana. Untuk
merubah Banyuwangi, birokrasi harus kompak dan masyarakat harus mendukung.
Gagasan
Anas menjadikan Banyuwangi menjadi destinasi ekowisata premium yang berakar
pada karakter budaya masyarkat, harus dia artikulasikan dengan tepat. Satu-dua
tahun pertama menjabat, ia banyak dicibir karena kebijakannya yang dianggap sok
jagoan. Misalnya, melarang pembangunan pusat-pusat hiburan malam, hotel kelas
melati, serta minimarket dan mal.
Konsep
Anas dianggap aneh, karena orang masih menggap pembangunan wisata harus
didukung investasi sektor hiburan yang ingar-bingar. Dari situ Anas berupaya
meyakinkan jajarannya, bahwa bukan wisata hiruk pikuk yang cocok untuk
Banyuwangi, melainkan ekowisata yang senyap bernafaskan budaya lokal.
Pada
masa-masa awal kepemimpinannya, ia banyak didemo masyarakat, termasuk kelompok
PKL di pusat kota yang ia tertibkan. Demonstrasi besar-besaran juga dilakukan
para pekerja seks komersial dan mucikari yang lokalisasinya ditutup Pemkab
Banyuwangi. Bagi Anas, penutupan pusat prostitusi adalah harga mati. Itu salah
satu janjinya kepada para kiai dan warga pesantren sebelum ia menjabat.
Dengan
strategi komunikasi yang menjadi jurus andalannya, tidak perlu waktu empat
tahun untuk menutup 13 lokalisasi di Bnyuwangi. “Kami tidak membuat perda
syariah atau berbicara moral, kami hanya meyakinkan masyarakat bahwa lokalisasi
adalah tempat penyebaran HIV/AIDS,” ujar Anas, ketika saya dan tim Republika
jumpai di Banyuwangi awal April 2015.
Begitupun
ketika melarang pusat hiburan malam, bukan ayat-ayat syariah yang dia
kedepankan. Anas meyakinkan masyarakat bahwa pusat hiburan malam adalah sarang
peredaran narkoba dan tempat perdagangan manusia.
Dalam
upaya mengemas budaya tradisional sebagai daya tarik wisata, Anas membangun
kepercayaan diri masyarakat untuk bangga dengan warisan tradisi. Namun, ia juga
meyakinkan masyarakat untuk tidak tabu melakukan perubahan ke arah lebih baik.
Sebagai contoh, busana tari gandrung yang semula banyak celah terbuka, ia
dorong untuk lebih tertutup. Langkah tersebut berhasil, bahkan kesenian
tersebut diterima lingkungan pesantren dengan para penari yang mengenakan
jilbab.
Sikap
Anas yang arif menyayomi seluruh komunitas agama juga banyak mendapatkan
apresiasi. Kerukukan antar umat beragama dirawat. Lebih dari itu, institusi
keagamaan, seperti masjid, gereja, pura dan kelenteng menjadi corong bagi
program-program pemerintah. Sebagai contoh, khutbah bertema gerakan Banyuwangi
Hijau dititipkan Anas kepada para pemuka agama untuk disampaikan di rumah
peribadatan masing-masing.
Cara
berkomunikasi Anas yang tepat berhasil merangkul masyarakat untuk turut
bergerak. Kepercayaan masyarkat pada Anas terus meningkat sejalan dengan
bukti-bukti konkret pembangunan yang ia lakukan. Anas berhasil membuktikan,
wisatawan justeru bertambah signifikan tanpa pembangunan pusat hiburan malam
dan hotel esek-esek. Begitupun di sektor ekonomi, kemiskinan menurun drastis
berkat pembukaan lapangan pekerjaan, penguatan, serta dan proteksi perkonomian
masyarkat.
Cat.: tulisan ini, dengan suntingan editor, pernah terbit di Harian Republika, April 2015
Selamat Datang
Blog ini memuat sekumpulan karya jurnalistik yang saya buat. Tulisan-tulisan di blog ini [dengan suntingan editor] pernah terbit di Harian Republika.
Pos Populer
Arsip
-
▼
2015
(47)
-
▼
September
(7)
- ‘Mancing Plus-Plus’, Modus Senyap Prostitusi Surabaya
- Pekerja Rumahan, Kemiskinan Tanpa Perhatian
- Bupati Azwar Anas, Menyulap Wilayah Teriosolasi
- Penyintas Lapindo, Selalu Terbayang Kampung yang H...
- Bergerilya di Hutan Mangrove
- Sengkarut Mangrove di Pesisir Surabaya
- Menengok Saijah, Janda Kopral Pejuang
-
▼
September
(7)
Yuk Gabung Bersama Kami Hanya di RoyalQQ
Minimal Deposit Hanya Rp 15.000
Bonus TO 0.5% dibagikan SETIAP HARI
Daftarkan sekarang juga hanya di www.royalqq.com
semoga manusia hebat seperti beliau, selalu dalam lindungannya dan diberikan kesehatan.
sukses selslu untukmu Pak Azwar Anas, Semoga Allah mencatat amal baik perjuanganmu untuk Banyuwangi dan Indonesia.
Terima Kasih