Bergerilya di Hutan Mangrove
Mahasiswa menanam mangrove di pantai Surabaya, Desember 2014. Foto: Andi Nurroni |
Hampir separuh badan Gatot terbenam ke dalam lumpur. Seperti lalat terjerat jaring laba-laba, mahasiswa tingkat akhir itu berjibaku menarik tububuhnya ke luar dari bekapan lumpur yang hitam pekat. Sekuat tenaga ia berusaha membebaskan diri, namun medan lumpur yang kelewat gembur dan licin itu sangat sulit ditaklukan.
Gatot
tidak sendiri terjebak di dalam lumpur. Sejumlah temannya yang lain juga
mengalami hal yang sama. Walhasil, keriuhan dan tawa meledak mengolok-olok
sesama mereka. Gatot dan 40-an kawannya tidak sedang mengikuti lomba Agustusan.
Awal Desember 2014 lalu, Rombongan peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) salah satu
universitas swasta di Surabaya itu sedang melakukan bakti menanam pohon
mangrove. Saya ada di antara mereka.
Lokasi
penanaman ratusan benih mangrove tersebut berada di kawasan Muara Kali Gunung
Anyar, Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Untuk mencapai titik itu, rombongan
mahasiswa harus menyewa beberapa perahu nelayan yang bersandar di dermaga Desa
Gunung Anyar Tambak. Menyusuri sungai yang diapit rawa hutan mangrove, butuh
Sekitar 15 menit untuk mencapai lokasi.
Soni
Mohoson, pemandu mereka, tak hentinya menyungging senyum melihat polah
anak-anak muda itu. Soni-lah yang membawa para mahasiswa ke sana. Titik itu
telah Soni survei sebelumnya untuk memastikan bibit-bibit mangrove yang baru
ditancapkan tidak mengalami kekeringan, juga tidak karam ketika rob datang.
Waktu
penanaman telah diperhitungkan benar, pagi-pagi, sebelum pukul 09.00. Itulah
saat pertemuan surut dan psang. Jika air terlalu surut, menurut Soni, perahu
bisa kandas. Sedangkan ketika pasang, lokasi penanaman telah terendam oleh air.
Ibarat gerilyawan, Soni tahu betul medan pertempuran dan ancaman musuh yang
dihadapi.
Turut
membenamkan tubuhnya ke dalam lumpur, lelaki 53 tahun itu menjelaskan berbagai
hal tentang mangrove kepada para mahasiswa. Mula-mula, Soni menancapkan
bilah-bilah kecil bambu, dengan memerhatikan kerapatannya. Selanjutnya,
dicontohkan bagaimana tanaman mangrove harus dibenamkan ke dalam lumpur dan diikat
dengan tali.
Koordinator
Kelompok Tani Mangrove Wonorejo tersebut menjelaskan, jenis mangrove yang
ditanam kali itu adalah sonneratia alba. Jenis tersebut, menurutnya
tergolong dalam kategori mangrove mayor, yakni memiliki habitat di daerah
pasang-surut. “Beda sama mangrove minor yang tumbuh di daerah yang jarang kena
pasang-surut, sang Pencipta sudah mendesain dia (sonneratia alba)
memiliki akar-akar yang menancap kuat hingga 20 meter ke dalam tanah,” ujar
Soni.
Lima
belas tahun bergiat dalam konservasi mangrove, mantan pekerja kontrak PLN itu
bisa dibilang saksi yang sahih bagaimana mangrove yang dulu disisia-siakan
manusia kini menjadi simbol gerakan pro-lingkungan. Dahulu, Soni menggambarkan,
tak banyak yang peduli ketika warga membabat hutan mengrove Pamurbaya untuk
tambak atau menebang pohon-pohon mangrove besar untuk dijual sebagai material
kayu.
Sejalan
dengan berkembangannya kampanye lingkungan, menurut Soni, aktivitas menanam
mengrove kini menjadi salah satu budaya yang popular. Tak heran, mulai dari
masyarakat pesisir, murid TK, mahasiswa, hingga perusahaan-perusahaan besar
kerap mencurahkan kontribusi mereka untuk penghijauan hutan mangrove.
Terlepas
apapun motivasinya, entah senang-senang atau promosi perusahaan, Soni senang
bisa membawa semakin banyak orang peduli hutan mangrove. Tak hanya giat menanam
mangrove, karena kecintaan dan ketelatenannya, Soni yang hanya lulusan SMK itu
telah berhasil mengembangkan berbagai produk pemanfaatan mangrove.
Buah
tangannya yang paling terkenal adalah sirup dari buah mangrove. Selain itu soni
juga membuat beras mangrove, dodol mangrove, brownies mangrove, dan masih
banyak lagi. Kelompok Tani Mangrove Wonorejo yang dia dirikan sejak 2006.
Bersama dia, kini bergabung para pemuda, termasuk sejumlah alumni pergguruan
tinggi di Surabaya.
Cat.: tulisan ini, dengan suntingan editor, pernah terbit di Harian Republika, Desember 2014.
Selamat Datang
Blog ini memuat sekumpulan karya jurnalistik yang saya buat. Tulisan-tulisan di blog ini [dengan suntingan editor] pernah terbit di Harian Republika.
Pos Populer
Arsip
-
▼
2015
(47)
-
▼
September
(7)
- ‘Mancing Plus-Plus’, Modus Senyap Prostitusi Surabaya
- Pekerja Rumahan, Kemiskinan Tanpa Perhatian
- Bupati Azwar Anas, Menyulap Wilayah Teriosolasi
- Penyintas Lapindo, Selalu Terbayang Kampung yang H...
- Bergerilya di Hutan Mangrove
- Sengkarut Mangrove di Pesisir Surabaya
- Menengok Saijah, Janda Kopral Pejuang
-
▼
September
(7)